label

home>

christino00.blogspot.com!

Minggu, 06 Mei 2012

Hati-Hati! Kurang Mesra Bisa Bawa Petaka


Cinta selalu memainkan peran sentral dalam kehidupan setiap makhluk. Siapa bisa menolak pernyataan itu? Ambil contoh sederhana misalnya. Seekor induk ayam tak mungkin mau mengerami telurnya berlama-lama tanpa makan dan minum, kalau saja ia tak cinta pada calon anak-anaknya. Macan pasti sudah memangsa anak-anaknya, jika saja binatang buas itu tak cinta pada turunannya.

 Atas dasar cinta kepada manusia jualah, Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Agar keduanya saling mencurahkan kasih-sayang dan mendapatkan ketenteraman berkeluarga karenanya (cinta dan kasih-sayang).

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untuk kamu isteri-isteri dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang berfikir." (QS 30:21)

Tak bisa dipungkiri, cinta menjadi pengokoh ikatan keluarga, ikatan suami isteri, bahkan ikatan sosial dan bangsa. Sepanjang sejarah, kita tidak pernah mendapatkan suatu masyarakat atau bangsa menjadi kokoh tanpa ada rasa cinta sesamanya. Cinta menjadi ikatan sejati yang selalu melahirkan kekuatan dan daya tarung yang tinggi.

Dalam konteks kehidupan rumah tangga, suami yang mencintai isteri akan membuat isteri tenang melakoni tugas-tugasnya sebagai isteri dan ibu rumah tangga. Betapapun rutinitas tugas-tugas itu sangat mekanis dan terkesan membosankan. Tapi apabila didasari cinta yang tulus antara keduanya, hati para isteri/ibu terasa plong mengerjakannya.

Namun apakah cinta seorang isteri bisa tumbuh dan langgeng hanya karena dicukupi kebutuhan materi dan psikisnya semata? Dengan memberinya barang-barang yang dibutuhkan serta memberikan atensi dan pujian terhadap prestasi pekerjaan rumah tangganya. Tanpa belaian cinta-kasih seorang suami?

Jangan dulu kita merasa telah memberikan cinta yang utuh jika care kita baru sebatas itu. Ada satu aspek penting lain sebagai faktor penentu tumbuhnya cinta dan ketenangan hati seorang isteri. Faktor itu adalah aspek kecukupan biologis (kemesraan).

Aspek terakhir ini, sesungguhnya juga sangat ditekankan Nabi SAW pada kita agar isteri kita merasakan kepuasan dan ketenangan bathin. Mesra ketika berkumpul bersama seluruh anggota keluarga, dan mesra ketika kita berdua dengan isteri, seyogyanya harus berjalan beriringan. Kemesraan hubungan keluarga dan kemesraan hubungan suami-isteri sesungguhnya satu mata rantai yang tidak bisa dipecah. Ibarat gula dengan rasa manisnya, atau garam dengan rasa asinnya.

Sebagai contoh sederhana, bila kita biasa mencium kening anak-anak kita. Kenapa hal itu tidak kita lakukan kepada isteri kita? Bila kita bisa mengatakan pada anak kita, "Mia, papa sayang deh sama Mia!" Kenapa kita tidak berani mengatakannnya kepada isteri kita, "Dinda, abang sungguh cinta pada Dinda!"

Ungkapan-ungkapan cinta yang sering diperagakan oleh pasangan suami-isteri (pasutri) di Barat seperti "I love you", sesungguhnya Islam mengajarkan ungkapan-ungkapan yang jauh lebih mesra dari itu. Rosul mulia bahkan selalu menyapa isterinya Aisyah r.a dengan panggilan"Ya Humairo...!" (Wahai Si Pipi Merah). Sehingga kemesraan yang ingin dibangun Islam dalam kehidupan rumah tangga Muslim, bukanlah kemesraan sesaat. Tapi kemesraan yang tak lapuk oleh hujan, dan tak lekang oleh panas, alias kemesraan yang tidak kenal usia dan momentum.

Orang boleh tercengang manyaksikan meriahnya pesta-pesta kawin perak atau kawin emas beberapa pasutri. Tapi kita tidak tahu secara rinci bagaimana mesranya hubungan mereka dalam kehidupan rumah tangga. Padahal Rasul menekankan agar kita selalu bermesraan dengan isteri dalam usia dan momentum apapun. Di tengah-tengah keluarga ketika dalam keadaan santai, kita harus mesra dengan isteri dan anak. Di dapur kita harus juga mesra dengan isteri. Bukankah Rasul mulia selalu membantu pekerjaan rumah tangga (dapur) isterinya dengan mesra dan romantis? Memerah susu, menambal baju, menumbuk gandum, menjahit sendal, dan lain sebagainya.

Saat bepergian kita pun seyogyanya kudu mesra dengan isteri. Apalagi bila sampai pada tahap hubungan privasi suami-isteri, sudah sepatutnya kita melayani isteri semesra dan seromantis mungkin. Pasal terakhir ini jangan dianggap remeh. Sebab meremehkan kemesraan hubungan dengan isteri, boleh jadi menimbulkan kebosanan dan berujung pada petaka yang tak kita inginkan.

Dalam salah satu haditsnya Nabi SAW berpesan;
"Apabila salah seorang di antara kalian mendatangi isterinya, hendaklah keduanya menutupi (tubuhnya). Janganlah keduanya bertelanjang seperti senggamanya dua ekor keledai. Dan hendaklah ia mengawalinya dengan kata-kata rayuan dan ciuman." (HR Ibnu Majah)

Kemesraan di tempat tidur? Kenapa tidak! Justru Alquran maupun Hadits banyak mengisyaratkan pasal hubungan istimewa itu. Jangan dikira karena sifatnya yang sangat istimewa, ia tabu untuk diperbincangkan, sehingga orang hanya tahu lewat rekaan belaka. Padahal untuk membangun kemesraan kehidupan suami-isteri, teknis hubungan istimewa inipun diizinkan untuk dilakukan berdasarkan selera dan untuk mencapai kepuasan masing-masing. Tentu saja hal itu boleh dilakukan selama tidak melanggar prinsip-prinsip yang telah ditetapkan Islam.

Alquran mengisyaratkan hal itu;
"Isteri-isterimu bagaikan ladang-ladang kamu. Karena itu, datangilah ladang-ladang kamu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan takutlah kepada Allah, dan ketahuilah sesungguhnya kamu akan bertemu Allah, dan berilah kabar gembira (hai Muhammad) orang-orang Mukmin." (Q.S 2 : 223)

Ketika menafsirkan ayat di atas Syaikh Ahmad Musthafa Al Maraghi, dalam kitab tafsirnya yang terkenal menjelaskan arti al-hartsu dan annaasyi'tum dalam ayat di atas sebagai berikut;

Al-hartsu artinya tempat menaburkan benih atau tanah tempat bercocok tanam. Istri diumpamakan dengan ladang sebab dalam rahim istri itu tempat tumbuh anak (sumber keturunan) seperti tanah untuk menanam atau menebar benih. Annaasyi'tum artinya sekehendak kamu (sebagaimana keinginanmu dalam cara bersenggama), boleh dengan cara berdiri, duduk, dan berbaring; boleh dari depan dan dari belakang, asal sasaran yang dituju adalah tempat menanam yaitu vagina.

Diriwayatkan, bahwa latar belakang turunnya ayat di atas berkaitan dengan orang-orang Yahudi pada masa Rasulullah SAW. Mereka berpendapat apabila seorang suami menggauli isterinya dari belakang, niscaya anaknya akan lahir cacat; matanya akan menjadi juling. Orang-orang Anshar di Madinah kemudian mengikuti pendapat kaum Yahudi tersebut. Turunlah surat Al-Baqarah ayat 223 yang mematahkan prasangka orang-orang Yahudi itu.

Dengan demikian praktek hubungan istimewa suami-isteri, dengan berbagai posisi asal tidak ditujukan pada dubur isteri hukumnya halal. Jika saja pertimbangan pilihan gaya berhubungan itu untuk menumbuhkan kemesraan dan kepuasan suami-isteri. Rasulullah juga menegaskan, "Dari belakang atau dari depan (tidak apa-apa), asalkan pada vagina." (HR Muslim dan Abu Dawud)

Jangan anggap remeh aspek yang satu ini. Boleh jadi isteri merasa bosan lantaran tidak tumbuh nuansa kemesraan di dalam rumah tangga. Maklum saja. Bukankah isteri kita juga seorang manusia yang pasti mengalami masa-masa kejenuhan menghadapi tugas-tugas rutin rumah tangga yang tak ada habis-habisnya itu? Insya Allah kemesraan kita bisa menghilangkan rasa kebosanan itu.

Ayo bermesra-mesralah dengan isteri sekarang juga. Agar isteri tidak merasakan kebosanan berada di rumah. Agar anak-anak merasakan kebahagiaan. Agar api cinta seluruh anggota keluarga menjadi terus teraaaang dan terang teruuusss...! (sultoni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar